Mengenal Restitusi Pajak

Apa sih restitusi pajak itu??

Restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh wajib pajak kepada negara. Berdasarkan UU KUP, kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi wajib pajak yang artinya, negara membayar kembali atau mengembalikan pajak yang telah dibayar.

Restitusi terjadi ketika ada kekeliruan dalam pemungutan atau pemotongan pajak sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, atau terdapat kekeliruan perhitungan pajak pada pelaporan surat pemberitahuan (SPT).

Dasar hukum pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Sementara itu, regulasi pelaksana UU KUP tersebut diatur lebih lanjut dalam peraturan turunan yang sudah mengalami beberapa kali perubahan.

Perubahan terbaru yang mengatur tentang restitusi pajak adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Secara umum, ada 2 kondisi yang dapat diajukan pengembalian kelebihan bayar pajak atau restitusi pajak, yakni:

1. Kondisi lebih bayar pajak yang seharusnya Tidak Terutang

Kondisi kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya Tidak Terutang ini terjadi karena WP membayar pajak, padahal seharusnya tidak terutang pajak.

2. Kondisi lebih bayar pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM

Sedangkan kelebihan pembayaran pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM ini terjadi ketika WP membayar pajak lebih besar dari yang semestinya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan 209/PMK.03/2021, ada tiga jenis wajib pajak yang berhak menerima restitusi pajak, yaitu wajib pajak kriteria tertentu, wajib pajak persyaratan tertentu, dan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.

Mengajukan Melalui E-Filing Status Lebih Bayar Melalui Situs Resmi DJP:

Sesuai dengan arahan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Wajib Pajak dapat melakukan pengajuan permohonan melalui situs resmi https://djponline.pajak.go.id. Mekanismenya adalah sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak harus memastikan telah mengisi SPT secara lengkap dan benar
  2. SPT yang diisi mencakup seluruh penghasilan, pengurangan, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan PPh yang telah dipotong pihak lain.
  3. Kelebihan pembayaran pajak nantinya akan dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan atau penelitian
  4. Wajib Pajak diharuskan menyiapkan SPT dan dokumen pendukung yang diminta, dalam hal ini biasanya adalah dokumen bukti pemotongan
  5. SPT dan dokumen pendukung tersebut harus diunggah dalam format PDF.

Disampaikan Langsung ke KPP Terdaftar:

1. Pengajuan permohonan pengembalian harus diajukan secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

2. Permohonan harus ditandatangani oleh pihak pembayar

3. Permohonan pengajuan harus dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:

Bukti asli pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak, Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, Alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

4. Selain dapat disampaikan melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, dapat juga disampaikan melalui : 

a. Pos dengan bukti pengiriman surat

b. Perusahaan jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat

Nantinya, DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila hasilnya telah didapatkan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Namun, apabila DJP tidak menemukan pajak yang seharusnya tidak terutang, maka DJP diharuskan untuk memberitahukan secara tertulis kepada WP terkait hal tersebut.

Mekanisme Restitusi PPN

  1. Mengajukan permohonan restitusi PPN dengan mengisi SPT Masa PPN dengan memberi tanda silang pada kolom “Dikembalikan” (restitusi). Jika kolom “Dikembalikan” (restitusi) pada SPT Masa PPN tidak diisi, maka PKP bisa mengajukan surat permohonan secara terpisah.
  2. PKP bisa mengajukan permohonan restitusi PPN ke DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.
  3. Setelah dilakukan pengecekan, DJP akan menerbitkan SKPLB.
  4. SKPLB diterbitkan oleh DJP paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diserahkan dan diterima secara lengkap, kecuali pada kondisi tertentu sudah ditetapkan berdasarkan keputusan DJP.
  5. Apabila dalam 12 bulan sejak permohonan restitusi PPN DJP belum memberikan keputusan, artinya permohonan restitusi PPN dikabulkan dan SKPLB tersebut akan diterbitkan dalam waktu paling telat 1 bulan setelah jangka waktunya berakhir.

 

 

 

Sumber :

Online-pajak.com. 17 November 2022. Restitusi Pajak: Ini Daftar Wajib Pajak yang Berhak dan Cara Mengajukannya. Diakses pada 8 November 2023 dari https://www.online-pajak.com/tentang-ppn-efaktur/restitusi-pajak-ini-daftar-wajib-pajak-yang-berhak-dan-cara-mengajukannya

Klikpajak.id. 9 September 2022. Restitusi Pajak : Contoh, Syarat dan Cara Restitusi PPN. Diakses pada 8 November 2023 dari https://klikpajak.id/blog/cara-mengajukan-restitusi-ppn-di-e-faktur-dan-syaratnya/

Pajak.com. Desember 2022. Restitusi PPN: Syarat, Mekanisme, dan Contoh. Diakses pada 8 November dari https://www.pajak.com/pajak/restitusi-ppn-syarat-mekanisme-dan-contoh/

Pajakku.com. April 2022. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Bayar Pajak Penghasilan. Diakses pada 8 November dari https://www.pajakku.com/read/60af1e1feb01ba1922ccac8f/Tata-Cara-Pengembalian-Kelebihan-Bayar-Pajak-Penghasilan

Renovasi Rumah Bisa Kena Pajak? Yuk Cari Tahu Lebih Lanjut!

source : USA Today

Sebelum melakukan renovasi rumah, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Salah satunya adalah pajak yang harus diperhitungkan. Berdasarkan PMK Nomor 61/PMK.03/2022 menyatakan bahwa renovasi rumah dikenakan pajak. Pajak tersebut adalah pajak Pertambahan Nilai Kegiatan Membangun Rumah Sendiri (PPN KMS). 

PPN Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang bagi orang pribadi atau badan yang membangun bangunan untuk digunakan sendiri atau pihak lain, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha, seperti usaha konstruksi yang kegiatan usahanya memang membangun bangunan.

KMS adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya untuk digunakan sendiri atau untuk orang lain.

Objek pajak dari kegiatan membangun sendiri atau objek pajak KMS adalah kegiatan atau aktivitas dari pembangunan yang dilakukan. 

DJP menyatakan tujuan pembaruan PMK PPN KMS adalah :

  • Meningkatkan keadilan dan kepastian hukum
  • Mendorong peran serta masyarakat
  • Memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan atas kegiatan membangun sendiri

Tarif PPN KMS : 

Tarif PPN KMS ini berbeda dengan tarif PPN pada umumnya. Pajak membangun sendiri dikenakan tarif sebesar 2,2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa seluruh biaya, tidak termasuk biaya perolehan tanah. Berdasarkan Pasal 3 ayat 2 PMK 61/2022, tarif khusus PPN KMS sebesar 2,2% tersebut merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Perlu diketahui bahwa luas bangunan yang dikenakan PPN KMS adalah minimal 200 meter persegi (200m²).

Tata Cara Bayar Pajak KMS

Pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan ke bank persepsi atau kantor pos terdekat paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Berdasarkan Pasal 4 PMK 62/2022, saat terutangnya PPN KMS terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan hingga bangunan selesai. Sedangkan tempat PPN terutang atas KMS yaitu di tempat bangunan tersebut didirikan. Untuk membayar pajak kepemilikan Kode e-Billing sangat diperlukan. Hal tersebut dikarenakan pada kode Billing tertera nomor Surat Setoran Pajak (SSP) dan jumlah nilai pajak terutang yang harus Anda bayarkan. Dalam pembuatan e-Billing sangat penting untuk mengetahui kesesuaian Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) dengan jenis pajak yang akan dibayarkan.

 

 

Sumber   : 

CNBC Indonesia TV, CNBC Indonesia. (2023) Video: Wajib Tahu! Renovasi Rumah Bisa Kena Pajak Ini. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230921203806-8-474581/video-wajib-tahu-renovasi-rumah-bisa-kena-pajak-ini. Diakses pada 8 Oktober 2023.

Fitriya. (2022) Apa itu Pajak Membangun Sendiri dan Aturan PPN KMS Terbaru. KlikPajak.id.

https://klikpajak.id/blog/cara-hitung-lapor-tarif-ppn-atas-kegiatan-membangun-sendiri-kms/. Diakses pada 8 Oktober 2023.

Gita Puspita. (2020) Pajak Membangun Bangunan, Apa Itu? Pajakku.com. https://www.pajakku.com/read/5ebb6044fb4f785993cb539c/Pajak-Membangun-Bangunan-Apa-Itu. Diakses pada 9 Oktober 2023.

Mengenal Pajak Minimum Global, Sistem Perpajakan Baru yang Akan Berlaku pada Tahun 2025

Pajak minimum global (Global Minimum Tax) adalah sistem pajak yang menetapkan tarif pajak minimum yang harus dibayar oleh perusahaan multinasional di setiap negara tempat mereka beroperasi. Pajak minimum global bertujuan untuk mencegah perusahaan-perusahaan tersebut menghindari pajak dengan mengalihkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak yang rendah.

Pajak minimum global diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang sering kehilangan pendapatan akibat praktik penghindaran pajak.

Pajak minimum global dalam Pilar 2 berpotensi mengubah pola aliran modal global. Selain itu, pajak minimum global akan mengurangi praktik BEPS yang selama ini marak terjadi. Skema GloBE (Global Anti-Base Erosion) akan cenderung mengamankan kepentingan negara domisili perusahaan multinasional. Skema STTR (Subject to Tax Rule)  harus menjadi perhatian dari negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pajak minimum global telah disepakati oleh lebih dari 130 negara pada bulan Juli 2021, dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan oleh Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Selain itu, pajak minimum global akan diterapkan pada perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta per tahun. Negara-negara G-7 dan G-20 telah menyetujui kebijakan pajak minimum global bagi perusahaan multinasional dengan tarif 15%.

Implikasi positif dari adopsi pajak minimum global bagi Indonesia adalah mampu mendorong penerimaan pajak yang tentunya linear dengan upaya dalam negeri terkait reformasi perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, dampak dari kebijakan pajak minimum global akan tergantung pada tiap negara dalam membuat kebijakan teknis domestik.

 

 

Sumber :

Asmarani, N. G. (2021, April 19). Apa Itu Global Minimum Tax? Diambil kembali dari DDTC News: https://news.ddtc.co.id/apa-itu-global-minimum-tax-29263 

Redaksi DDTC News. (2021, September 04). Pajak Minimum Global, Indonesia Untung atau Rugi? Diambil kembali dari DDTC News: https://news.ddtc.co.id/pajak-minimum-global-indonesia-untung-atau-rugi-32566 

OECD. (2022, Maret 14). OECD releases detailed technical guidance on the Pillar Two model rules for 15% global minimum tax. Diambil kembali dari oecd.org: https://www.oecd.org/tax/beps/oecd-releases-detailed-technical-guidance-on-the-pillar-two-model-rules-for-15-percent-global-minimum-tax.htm#:~:text=The%20GloBE%20Rules%20provide%20a%20co-ordinated%20system%20to,each%20of%20the%20jurisdictions%20in%20which

Pemerintah Rilis Menu Insentif Pajak Terbaru, Perusahaan Siap Maksimalkan Keuntungan

Menu insentif pajak adalah kumpulan kebijakan pajak yang dirancang oleh pemerintah untuk memberikan insentif, seperti pemotongan pajak atau keringanan pajak, kepada individu atau perusahaan sebagai cara untuk mendorong perilaku tertentu, seperti investasi, pekerjaan, atau praktik ramah lingkungan. Ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan tujuan-tujuan sosial tertentu.

“Tax holiday” dan “supertax deduction” adalah dua contoh jenis insentif pajak yang sering digunakan oleh pemerintah untuk mempromosikan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Berikut penjelasan singkat tentang keduanya:

Tax Holiday (Libur Pajak) adalah kebijakan pajak yang memberikan perusahaan atau sektor tertentu pembebasan pajak selama periode waktu tertentu. Tujuan utama dari tax holiday adalah untuk menarik investasi ke daerah atau sektor tertentu yang memerlukan dorongan ekonomi. Ini dapat mencakup pembebasan pajak penghasilan, pajak keuntungan modal, atau pajak lainnya. 

Supertax Deduction (Pemotongan Supertax) adalah insentif pajak yang memungkinkan perusahaan atau individu untuk mengurangi jumlah pajak yang mereka bayar dengan melakukan aktivitas tertentu yang mendukung tujuan sosial atau ekonomi tertentu.Tujuan dari supertax deduction adalah mendorong tindakan yang diinginkan oleh pemerintah, seperti investasi dalam riset dan pengembangan, pendidikan, lingkungan, atau amal.

Kedua insentif ini dapat bervariasi dalam hal tingkat pembebasan atau pemotongan pajak yang diberikan, serta persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau individu untuk memenuhi syarat. Mereka bertujuan untuk mempengaruhi perilaku ekonomi dalam arah yang diinginkan oleh pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan tujuan-tujuan sosial tertentu.

Dalam Lampiran Perpres 74/2022 tentang Kebijakan Industri Nasional Tahun 2020-2024 menunjukkan bahwa informasi yang diserap oleh khalayak umum mengenai pemanfaatan fasilitas menu insentif pajak sangat kurang terutama pada pelaku industri. Dalam lampiran tersebut disebutkan bahwa perlunya pengkoordinasian serta pemetaan manfaat menu insentif yang lebih sistematis.

 

 

Sumber :

DDTCNews. Agustus 2023. Pahami Menu Insentif untuk Meningkatkan Efisiensi Pajak Perusahaan. Diakses pada 30 Agustus 2023, dari  https://news.ddtc.co.id/pahami-menu-insentif-untuk-meningkatkan-efisiensi-pajak-perusahaan-1796750

 

STUDY CORNER: Get to know about Pajak Penghasilan Pasal 21

What’s PPh 21?

PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Penghasilan tersebut terdiri dari upah, gaji, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun. 

Siapa Pemotong PPh 21?

PPh pasal 21 dipotong dari wajib pajak orang pribadi atau badan termasuk Badan Usaha Tetap yang memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Berdasarkan Direktur Jenderal Pajak No. 16/PJ/2016 (PER-16/PJ/2016), pemotong pajak yakni orang pribadi, badan, bendahara atau pemegang kas pemerintah, orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, organisasi yang bersifat nasional maupun internasional, dan lainnya.

Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh 21)

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan termasuk penerima pensiun yang terdiri dari pegawai, penerima uang pesangon, bukan pegawai (tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas), anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap dalam perusahaan sama, dan lainnya. 

Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Beberapa orang yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21 adalah:

  • Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
  • Pejabat perwakilan organisasi internasional dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Pajak Penghasilan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan kegiatan usaha atau kegiatan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 

Tarif Pajak yang Diterapkan atas PKP PPh Pasal 21

Wajib pajak orang pribadi dalam negeri:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak
sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 5%
di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15%
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp5O0.000.000,O0 (lima ratus juta rupiah) 25%
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 30%
di atas Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 35%

 

 

 

Sumber :

Resmi, S. (2019). Perpajakan Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat.

Maulida, R. (2022, November 10). Tarif PPh 21 2022: Ini Lapisan Tarif dan Cara Menghitungnya. Retrieved from https://www.online-pajak.com/seputar-pph21/tarif-pph-21-2022-ini-lapisan-tarif-dan-cara-menghitungnya#:~:text=Berikut%20ini%20adalah%20dafar%20tarif,%2Ftahun%20dikenakan%20tarif%2015%25.

Pajak Restoran

Sebagian besar sobat pajak mungkin beranggapan bahwa pajak yang tertera pada struk pembelian makanan di sebagian restoran atau cafe merupakan PPN

Padahal bukan loh!

Pajak yang tertera pada struk pembelian makanan tersebut merupakan Pajak Restoran atau Pajak Bangunan 1 (PB1)

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak restoran merupakan pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh restoran kepada pembelinya. Dalam hal ini, restoran diartikan sebagai fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk juga jasa boga atau katering. 

Seperti yang telah diketahui, pajak restoran yang juga dikenal sebagai Pajak Bangunan 1 (PB1) merupakan pungutan daerah yang pengaturannya merupakan kewenangan masing-masing daerah.

Objek pajak restoran ini adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran. Dalam hal ini, pelayanan yang dimaksud adalah penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. 

Berlaku pengecualian, yang tidak termasuk objek pajak restoran sebagaimana disebut sebelumnya apabila:

  • Pelayanan yang disediakan restoran atau rumah makan yang pengelolaannya satu manajemen dengan hotel
  • Pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya (peredaran usaha) tidak melebihi Rp200.000.000 per tahun. 

Subjek dan wajib pajak : Jika mengacu pada UU PDRD Pasal 38, Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan atau minuman dari restoran. Sedangkan Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran (pemilik restoran). Sederhananya, yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak adalah pembeli atau pelanggan, sementara yang akan memungut dan menyetorkan pajak tersebut kepada kas daerah adalah pemilik restoran.

Tarif pajak : Dalam UU PDRD terdapat kewenangan untuk setiap pemerintah daerah dalam menentukan besaran tarif pajak restoran atau PB1 di wilayahnya. Penetapan tarif pajak restoran atau PB1 diberlakukan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Dengan demikian, pemerintah daerah tidak boleh menetapkan tarif melebihi besaran yang telah diatur dalam UU PDRD.
Artinya, setiap daerah dapat menentukan besaran PB1 namun tidak dapat melebihi batas yang sudah disepakati secara nasional.

Studi kasus pada gambar merupakan contoh pengenaan PB1 di sebuah restoran yang berada pada wilayah yang menerapkan peraturan pengenaan Pajak Restoran sebesar 10%.

Subtotal                  Rp   104.600
Service charge       Rp       7.322
Total                                    Rp    111.922
PB1 (Total x 10%)               Rp     11.192

Grand Total Rp    123.000


Sehingga total yang dibayarkan oleh konsumen sebesar Rp123.000 sesudah dipotong pajak.

 

 

 

 

 

Sumber :

sobatpajak.com. Mei 2023. Pajak Restoran itu, PB1 ataU PPN?. Diakses pada 5 Agustus 2023, dari https://www.sobatpajak.com/article/64368a3b99fb81039b3e6008/Pajak%20Restoran%20itu%2C%20PB1%20atau%20PPN%3F

glints.com. 23 April 2023. Pajak Restoran: Pengertian, Tarif, dan Perhitungannya. Diakses pada 5 Agustus 2023, dari https://employers.glints.com/id-id/blog/pajak-restoran/

Ingin Berkarir di Dunia Perpajakan? Sertifikasi ini cocok buat diikuti!

Hai Sobat Pajak! Selain ilmu yang didapatkan di bangku perkuliahan, kalian juga bisa menambah ilmu kalian di bidang perpajakan melalui sertifikasi-sertifikasi ini loh! Yuk, cek slide berikutnya!

Sertifikasi Brevet A&B

Sobat Pajak! Perlu kita ketahui bahwa Brevet A diberikan kepada konsultan yang telah menguasai kewajiban pajak orang pribadi. Sementara itu, Brevet B diberikan kepada konsultan yang telah menguasai kewajiban pajak badan. Nah, banyak lembaga sertifikasi menyatukannya menjadi satu pelatihan karena materi kedua brevet ini cenderung sama.

Apa saja materi yang dipelajari? Berikut materinya : 

  • Pengantar Hukum Pajak
  • Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan/KUP A dan B
  • PPh Orang Pribadi dan Badan
  • Pajak Penghasilan Pemotongan & Pemungutan/PPh PotPut
  • Pajak Bumi & Bangunan
  • Bea Materai
  • Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan atas Barang Mewah/PPN A dan B
  • Pemeriksaan Pajak
  • Akuntansi Perpajakan
  • E-SPT

Sertifikasi Brevet C 

Sertifikasi ini merupakan lanjutan dari Sertifikasi Brevet A&B. Sertifikasi Brevet C diberikan kepada konsultan yang telah menguasai perpajakan internasional, sobat pajak. Materi yang dipelajari, antara lain : 

  • Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan/KUP C
  • Perpajakan Internasional
  • Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pajak Penghasilan Pemotongan & Pemungutan/PPh PotPut C
  • Pajak Penghasilan Badan
  • Akuntansi Perpajakan
  • Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Selain Sertifikasi Konsultan Pajak A,B, dan C, ada pula sertifikasi lainnya, seperti : 

 

  • Certified Associate Tax Technician
  • Certified Tax Technician
  • Certified Professional Tax Technician

 

Nah, sertifikasi ini dikeluarkan oleh Asosiasi Teknisi Perpajakan Indonesia atau ATPI. 

Apa manfaatnya?

Sertifikasi bermanfaat untuk memperkuat kemampuan kita di bidang perpajakan. Selain itu, sertifikasi juga memberikan kita peluang karir yang luas, dan meningkatkan kredibilitas di bidang perpajakan. 

Tahukah Anda, Apa Itu Transfer Pricing dan Aspek Perpajakannya?

Transfer Pricing (TP) merupakan salah satu skema penghindaran pajak (tax avoidance) yang menjadi tantangan dan permasalahan perpajakan (tax matter and challenges) sehingga dapat membebani administrasi (administrative cost) dari otoritas pajak di berbagai yurisdiksi. Pada tahun 2015, TP masuk dalam agenda besar Inclusive Framework untuk dibahas dan dirumuskan standar penanganannya.

Lebih dari 60% transaksi ekonomi internasional dilakukan oleh pelaku usaha global dan dipicu oleh perbedaan struktur dan tarif pajak antar yurisdiksi mengakibatkan meningkatnya besaran dan volume dari nilai TP. Berdasarkan laporan dari State of Tax Justice, secara global potensi penerimaan pajak yang hilang mencapai USD 312 miliar akibat dari penghindaran pajak antar yurisdiksi secara agresif melalui skema TP.

Bagaimana TP bisa terjadi? Praktik TP tumbuh dari transaksi hubungan istimewa seperti pinjaman, penjualan, pembelian, royalty, dan jasa manajemen yang dilakukan oleh entitas-entitas hukum dalam perusahaan yang sama. Hal tersebut seringkali disebut dengan TP Domestik. Sedangkan, TP lintas yurisdiksi terjadi pada kalangan antar entitas hukum yang berbeda domisili hukumnya namun masih dalam perusahaan yang sama.

Adakah cara untuk menangani TP? Berikut beberapa cara penanganan TP yang perlu anda ketahui. Menangani TP dengan melengkapi ketentuan peraturan perundang-undangan (legal framework) termasuk tax treaty, ketentuan mengenai penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU), pencegahan timbulnya sengketa pajak akibat TP dan penyelesaian sengketa pajak atau Mutual Agreement Procedure (MAP). Selain itu, mengatasi TP dengan membangun struktur dan proses bisnisnya, sebagai contoh Australian Tax Office (ATO) yang bekerja untuk menangani kepatuhan perusahaan grup (associate enterprises) termasuk  penanganan TP yang dilakukan secara terpusat.

 

 

 

 

 

Sumber : 

Liputan6. (2023, Juni 19). Opini: Transfer Pricing dan Aspek Perpajakannya. Retrieved Juni 20, 2023, from Liputan6.com: https://www.liputan6.com/bisnis/read/5323230/opini-transfer-pricing-dan-aspek-perpajakannya

 

Yuk Belajar Mengenai Pajak Reklame

Perusahaan Reklame di Bekasi. Retrieved from Sinergimedia.co.id: https://sinergimedia.co.id/perusahaan-reklame-di-bekasi/

Definisi Pajak Reklame

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum.

Objek atau Bagian dari Pajak Reklame

Objek pajak reklame adalah hal-hal yang berkaitan dengan seluruh penyelenggaraan reklame. Objek pajak reklame terdiri dari:

  • Reklame papan/ billboard                    
  •  Reklame kain
  •  Reklame selebaran
  • Reklame udara
  • Reklame apung
  •  Reklame suara
  • Reklame film/ slide
  • Reklame peragaan

Siapa yang Memungut Pajak Reklame

Pajak reklame termasuk dalam kategori pajak daerah sehingga pajak reklame dikelola oleh pemerintah daerah. Berdasarkan UU HKPD (Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah), perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan peraturan daerah. Sehingga setiap daerah memiliki tarif yang berbeda, tetapi paling tinggi adalah 25%.

Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga maka nilai sewa reklame ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. Apabila reklame diselenggarakan sendiri maka nilai sewa reklame dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame.

Tarif Pajak Reklame Kota Malang

Berdasarkan Peraturan Walikota Malang No. 34 Tahun 2013

Tarif Pajak Reklame Insidentil dengan Masa Pajak 1 Bulan

Jenis Reklame NJOR (Rp) Nilai Strategis (Rp) Nilai Sewa (Rp) Pajak (Rp)
Udara atau Balon 18.000.000 12.000.000 30.000.000 6.000.000
Slide Film 4.500.000 1.800.000 6.300.000 1.260.000
Apung 18.000.000 12.000.000 30.000.000 6.000.000
Flaghtchain 90.000 15.000 135.000 27.000

 

 

 

 

Sumber :

Undang-Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Tarif Pajak Reklame. (2020, Mei). Retrieved from Bapenda Kota Malang: https://bapenda.malangkota.go.id/produk-layanan/tarif-pajak-reklame/

Hariani, A. (2022, Agustus 10). Pajak Reklame: Definisi, Tarif, dan Perhitungannya. Retrieved from PAJAK.COM:https://www.pajak.com/pajak/pajak-reklame-definisi-tarif-dan-perhitungannya/#:~:text=Pajak.com%2C%20Jakarta%20%E2%80%93%20Melalui,persen%20dari%20nilai%20sewa%20reklame

Pajak Penghasilan

Apasih pajak penghasilan itu? 

Pajak yang dikenakan oleh pemerintah terhadap pendapatan yang diterima oleh individu atau badan, baik dalam bentuk gaji, keuntungan usaha, hadiah, honorarium atau sumber pendapatan lainnya baik dari dalam maupun luar negeri yang diperoleh dalam tahun pajak.

Dasar Hukum

Dasar hukum PPh diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Namun, dalam perkembangannya, undang-undang ini telah mengalami 4 (empat) kali perubahan, yaitu pertama kali dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 , kedua dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, ketiga dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 , dan keempat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang semuanya tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan 

Selain itu, ketentuan terbaru tentang PPh telah disempurnakan dan diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Jenis-jenis Pajak Penghasilan (PPh)

  • PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. PPh Pasal 15 merupakan salah satu jenis pengenaan pajak atau pungutan pajak pada industri di bidang penerbangan dalam negeri, pelayaran dalam negeri, pelayaran atau penerbangan luar negeri, serta perusahaan asing. Subjek pajak dalam PPh Pasal 15 ini biasanya perusahaan pelayaran dan penerbangan yang ada di dalam negeri serta Kantor Perwakilan Dagang (KPD di Indonesia yang belum memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, serta Perusahaan yang melaksanakan kegiatan maklon internasional.

  • PPh Pasal 19

PPh Pasal 19 merupakan pajak yang dipungut atas penilaian aset tetap yang ketika dinilai kembali terdapat selisih untung dan/atau harga beli untuk saat ini jauh lebih murah dibandingkan nilai pasarannya. Sebagaimana yang dimaksud dengan penilaian, yang mana dapat diartikan sebagai revaluasi. Dasar hukum pengenaan pajak ini adalah UU No. 36 Tahun 2008 dan dipertegas kembali dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) yang mendefinisikan bahwa pajak yang dikenakan pada sebuah penghasilan yang berasal dari wajib pajak (pribadi dan/atau badan). Penghasilan ini bisa diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri.

  • PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pajak yang dibebankan atas penghasilan baik yang tetap dan teratur setiap bulan yang diterima oleh pegawai seperti gaji dan tunjangan, serta penghasilan yang tidak tetap dan tidak teratur yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, dan peserta kegiatan seperti honor kegiatan, honor narasumber, dan sebagainya.

  • PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa PPh Pasal 22 adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang dalam pasar internasional yang memperjual belikan barang-barang mewah. PPh Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.

  • PPh Pasal 23 

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyertaan jasa, hadiah, bunga, deviden, royalti, atau hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh Pasal 21. Pemotongan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa kepada Wajib Pajak, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

  • PPh Pasal 25 

PPh Pasal 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan yang dibayarkan secara angsuran tiap bulannya dengan tujuan untuk meringankan beban Wajib Pajak yang kesulitan untuk melunasi pajak terutang dalam rentang waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.

  • PPh Pasal 26

PPh ini dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia, yang mana diterima oleh wajib pajak luar negeri. Dengan pengecualian selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang ada di Indonesia.

  • PPh Pasal 29 

PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan kurang bayar yang terdapat dalam SPT Tahunan PPh yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25 dengan dasar hukum UU No. 36 Tahun 2008. Subjek PPh 29 adalah Wajib Pajak Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Sementara itu, objek pajak PPh 29 adalah penghasilan yang kurang bayar pajak dari SPT Tahunan WP Pribadi dan Badan bersangkutan.

  • PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final)

Pajak yang dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat final. Istilah final di sini berarti bahwa pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan pertimbangan lainnya. Pajak ini dipotong dari bunga deposito dan tabungan lainnya, serta bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lainnya.

 

 

 

Sumber :

FlazzTax.com. 18 Juni 2021, Simak 8 Jenis Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan. Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://flazztax.com/2021/06/18/simak-8-jenis-pajak-penghasilan-pph-wajib-pajak-badan/

pajakku.com. Mengulik Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15. Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.pajakku.com/read/60f532c558d6727b1651ad87/Mengulik-Pajak-Penghasilan-(PPh)-Pasal-15-

pajakku.com. Mengenal PPh Pasal 19: Subjek, Objek, Revaluasi, Tarif dan Simulasi perhitungan. Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.pajakku.com/read/6302f1dca9ea8709cb18bc88/Mengenal-PPh-Pasal-19:-Subjek-Objek-Revaluasi-Tarif-dan-Simulasi-Perhitungan

Online-pajak.com. 2 Mei 2023. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22). Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22

Hipajak.id. Pengertian PPh Pasal 23. Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.hipajak.id/artikel-pengertian-pph-pasal-23

Hipajak.id. Pengertian dan Tarif PPh Pasal 25. Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.hipajak.id/artikel-pengertian-dan-tarif-pph-pasal-25

Hipajak.id. Pengertian dan Tarif PPh Pasal 29. Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.hipajak.id/artikel-pengertian-dan-tarif-pph-pasal-29

Online-pajak.com. 21 Februari 2023. PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2). Diakses pada 20 Mei 2023, dari https://www.online-pajak.com/seputar-pajakpay/pajak-penghasilan-pph-pasal-4-ayat-2-a