Fungsi Pajak di Masa Pandemi

 

Fungsi Pajak di Masa Pandemi

Negara kita saat ini sedang dalam keadaan genting, sama seperti ratusan negara yang lain. Baik negara maju, maupun negara berkembang juga mengalami hal yang sama. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS CoV-2) atau yang  lebih umum dikenal dengan virus Corona, dengan nama penyakitnya Covid-19.

Realisasi penerimaan negara dari pajak pada 2020 sesuai dengan yang disampaikan oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati, selaku Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju, adalah Rp1.070 triliun. Covid-19 memang menekan perekonomian di setiap negara.

Hal yang sama seharusnya juga terjadi di perekonomian kita. Hal ini sejalan dengan konsep The Polluter Pays Principle (PPP), pada intinya masukan sama dengan keluaran.

Pemerintah memiliki banyak sekali peran di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Dalam bidang ekonomi, ketika terjadi ketimpangan dan terdapat pandemi seperti sekarang ini,

Pemerintah memiliki peran untuk mengurangi dampak dari pandemi agar menjadi seminimal mungkin. Untuk itu Pemerintah membutuhkan pendanaan yang berasal dari pajak.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak menggunakan beberapa fungsi dari pajak, yaitu:

  1. Fungsi anggaran (budgetair)
  2. Fungsi mengatur
  3. Fungsi redistribusi pendapatan

NKRI membutuhkan semangat gotong-royong masyarakat Indonesia untuk turut membantu membangun Indonesia. Saat ini diperlukan pembiayaan yang cukup besar untuk mengatasi pandemi dan dampaknya. Hal paling minimal yang dapat kita lakukan adalah berbuat jujur dalam pengisian SPT Tahunan setelah itu apabila didapati nilai pajak kurang bayar harus dibayar ke kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi.

Sebagai informasi, rasio pajak (tax ratio) didefinisikan sebagai rasio perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto. Rasio pajak terbaru tahun 2020 berada di angka 8,3%, sedangkan rasio pajak rata-rata menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 (karena keterbatasan data Penulis, rasio pajak yang ditemukan hanya tahun 2019) adalah 33,8%. Artinya, masih terdapat gap sebesar 25,5% (ketimpangan ini muncul utamanya karena rumus yang digunakan oleh Indonesia dengan OECD dalam menghitung rasio pajak berbeda).

Semakin besar nilai dari rasio pajak maka akan semakin baik karena menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pajak dari total perekonomian. Jika dari definisi pajak yang ada di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah dampak tidak langsung. Namun, menurut pendapat pribadi Penulis, semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali saat ini sedang merasakan dampak dari penerimaan pajak. Sejak masih di dalam kandungan, hingga meninggal berada di dalam tanah. Tidak ada yang tidak pernah merasakan dampak dari penerimaan pajak.

 

 

Sumber : www.pajak.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *